Kamis, 02 Desember 2010

EFUSI PLEURA

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. Dalam keadaan normal, jumlah cairan dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
Etiologi terjadinya efusi pleura bermacam-macam, yaitu: tuberkulosis paru (merupakan penyebab yang palng sering di Indonesia), penyakit primer pada pleura, penyakit penyakit sistemik dan keganasan baik pada pleura maupun diluar pleura.

ANATOMI PLEURA
Pleura adalah membra tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis. Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan parietalis, diantaranya :
·    Pleura visceralis :
-     Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
-     Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
-     Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit
-     Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat elastik
-     Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta pembuluh limfe
-     Menempel kuat pada jaringan paru
-     Fungsinya. untuk mengabsorbsi cairan. pleura
·    Pleura parietalis
-     Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan elastis)
-     Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada
-     Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
-     Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe, sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul efusi pleura.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal melalui sistem limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:
1.   Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2.   Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
3.   Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan masuk ke dalam rongga pleura
4.   Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5.   Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat pengosongan cairan limfe.
ETIOLOGI
A.  Berdasarkan Jenis Cairan
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura jenis transudat atau eksudat. Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase (LDH) dan protein di dalam cairan, pleura. Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini, sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1.   Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2.   LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
3.   LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di dalam serum.
PARAMETER
TRANSUDAT
EKSUDAT
Warna
BJ
Jumlah set
Jenis set
Rivalta
Glukosa
Protein
Rasio protein T-E/plasma
LDH
Rasio LDH T-E/plasma
Jernih
< 1,016
Sedikit
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (= GD plasma)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6
Jernih, keruh, berdarah
< 1,016
Banyak (> 500 sel/mm2)
PMN < 50%
Negatif
60 mg/dl (bervariasi)
< 2,5 g/dl
< 0,5
< 200 IU/dl
< 0,6

Efusi pleura berupa:
a.   Eksudat, disebabkan oleh :
1.   Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia. Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
2.   Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli, Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.
3.   Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus, dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
4.   Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan, sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan, dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
5.   Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru, mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga karena :
Ø  Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi kebocoran kapiler.
Ø  Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura, bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran balik sirkulasi.
Ø  Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang menggunakan jarum (needle biopsy).
6.   Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema). Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:
Ø  Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
Ø  Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
Ø  Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
Ø  Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
7.   Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma
8.   Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

b.   Transudat, disebabkan oleh :
1.   Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.


2.   Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah dengan memberikan infus albumin.
3.   Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi) dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4.   Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya merupakan penyakit kronis.
5.   Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.

c.   Darah
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal dari trauma dinding dada.
B.  Berdasarkan Kuman Penyebab
1.   Mycobacterium Tuberculosis
a.    Bakteriologi
Penyebabnya adalah Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini adalah sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mm dan tebal 03-0,6 mm. Kuman ini tahan terhadap asam dikarenakan kandungan asam lemak (lipid) di dindingnya. Kuman ini dapat hidup pada udara kering maupun dingin. Hal ini karena kuman berada dalam sifat dormant yang suatu saat kuman dapat bangkit kembali dan aktif kembali.
Kuman ini hidup sebagai parasit intraseluter didalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.
b.   Patogenesis
·    Tuberkulosis Primer
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersihkan keluar menjadi droplet nudei dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung dari ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap, kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi terhisap oleh oang sehat, ia akan menempel pada jalan napas atau paru-paru. Kuman dapat masuk lewat luka pada kulit atau mukosa tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Kuman yang menetap di jaringan paru, ia tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini ia dapat terbawa ke organ tubuh lain. Kuman yang bersarang tadi akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju illus (limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hillus (limfadenitis regional). Sarang primer + limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer. Kompleks primer ini selanjutnya dapat menjadi :
1)    Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2)    Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas, berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di hillus atau kompleks (sarang) Ghon
3)    Berkomplikasi dan menyebar secara:
-     Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya
-     Secara bronkogen pada paru ysng bersangkutan maupun paru yang di sebelahnya. Dapat juga kuman tertelan bersama tertelan besama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus
-     Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya
-     Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
Semua kejadian diatas tergolong ke dalam perjalanan tuberklosis primer.

·    Tuberkulosis Post-Primer
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (Post-Primer). Tuberkulosis Post-Primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru-paru (bagian apikal posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiller paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak inti) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat.
Bergantung dari imunitas penderita, virulensi, jumlah kuman, sarang dapat menjadi :
1)    Diresorpsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut
2)    Sarang yang mula-mula meluas, tapi segera menyembuh dan menimbulkan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi lebih keras, menimbulkan perkapuran dan akan sembuh delam bentuk perkapuran.
3)    Sarang dini yang meluas dimana granuloma berkembang menghancurkan jaringan sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, dan menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya menebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik.
Kavitas dapat :
-     Melus kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Sarang ini selanjutnya mengikuti perjalanan seperti yang disebutkan terdahulu.
-     Memadat dan membungkus diri sehingga menjadi tuberkuloma. Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat aktif kembali menjadi cair dan jadi kavitas lagi.
-     Bersih dan menyembuh, disebut open heated cavity. Dapat juga menyembuh dengan membungkus diri dan menjadi kecil. Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas yang terbungkus, menciut dan berbentuk seperti bintang disebut stellate shaped.
Pada penvakit TBC paru, efusi pleura diduga disebabkan oleh rupturnya fokus subpleural dari jarngan nerotik perkijuan sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura, menimbulkan reaksi hipersensitif tipe lambat. Hal ini didukung dengan ditemukannya limfossit T, Interleukin-2 dan Interleukin reseptor pada cairan pleura.
Cara penyebaran lainnya diduga secara hematogen dan secara perkontinuitatum dari kelenjar-kelenjar getah bening servikal,  rnediastinal, dan dari abses di vertebrae.
Efusi pleura yang disebabkan oleh TBC dapat juga berupa empyema, yaitu buila terjadi infeksi sekunder karena adanya fitula bronchopulmonal, atau berupa chylothoraxs yaitu bila terdapat penekanan kelenjar atau tarikan fibrin pada duktus thoracicus. Efusi yang disebabkan oleh TBC biasanya unilateral pada hemithoraxs kiri, jarang yang masif. Pada thoraxosentesis ditemukan cairan berwarna kuning jernih, mengandung > 3 gr protein/ 100 ml, bila cairan berupa darah, serosanguineous atau merah muda diagnosis TBC harus diragukan.

c.    Gejala-gejala Tuberculosis
·    Batuk berdahak 3 minggu atau lebih
·    Sering disertai darah, sesak nafas, nyeri dada.
·    Gejala umum: badan lemah, nafsu makan turun, berat badan turun, malaise, berkeringat malam, demam hilang timbul tidak terlalu tinggi.
·    Bisa muncul gejala TBC ekstra paru: pembesaran kelenjar, gibus, osteomielitis, meningitis.
d.   Diagnosis Tuberculosis pada orang dewasa
Dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif.
Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang.
·      Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosa sebagai penderita TBC BTA positif.
·      Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC, maka pemeriksaan dahak SPS diulangi.
Bila ketiga spesimen dahak hasilnya negatif, diberikan antibiotik spektrum luas (misalnya Kontrimoksazol atau Amoksisillin) selama 1-2 minggu. Bila tidak ada perubahan, namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC, ulangi pemeriksaan dahak SPS.
·      Kalau hasil SPS positif, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA positif.
·      Kalau hasil SPS tetap negatif, lakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk mendukung diagnosis TBC.
·      Bila hasil rontgen mendukung TBC, didiagnosis sebagai penderita TBC BTA negatif, Rontgen positif.
·      Bila hasil rontgen tidak mendukung TBC, penderita tersebut bukan TBC.

e.    Pemeriksaan Fisik
·    Tanda-tanda infiltrat : redup, bronkial
·    Dahak di saluran napas : ronki basah, ronki kering
·    Penyempitan : wheezing, penarikan, pendorongan, kaviitas, atelektase
·    Efusi, pnemotoraks dan schwarte
·    Tanda-tanda kelainan ekstra paru seperti scrofuloderma, gibus, osteomiditis, meningitis dan lain-lain.

f.    Komplikasi TBC
·      Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat menglakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
·      Kolaps dini lobus akibat retraksi broakial
·      Bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reahtif) pada paru.
·      Pneumothorax (adanya udara didalam ronaga pleura) spontan kolaps spontan karena kerusakan jaringan paru.
·      Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
·      Insufislensi Kardiopulmoner (Cardiopulmonary Insuficiency).
·      Efusi pleura

g.    Tujuan Pengobatan
·    Menyembuhkan penderita
·    Mencegah kematian
·    Mencegah kekambuhan
·    Menurunkan tingkat penularan

h.   Prinsip Pengobatan
·    Kombinasi beberapa jenis dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman dapat dibunuh.
·    Dosis tahap intensif dan tahap lanjutan ditelan sebagau dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apablia panduan obat ayang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman akan berkembang menjadi resisten.
·    Pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat. (DOTS = Directly Observed Treatment Short Course) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

i.     Cara Pengobatan TBC
Pengobatan diberikai dalam 2 tahap, yaitu :
·      Intensif
Obat yang diberikan setiap hari. Bila diberikan secara tepat biasanya penderita yang menular menjadi tidak menular dalam jangka waktu 2 minggu. Sebagian penderita dengan BTA (+) menjadi (-) pada akhir pengobatan tahap intensif
·      Lanjutan
Jenis obat lebih sedikit namun dalam jangka waktu lebih lama.

j.     Jenis dan Dosis OAT
·      Isoniazid/INH (H)
Bakterisid. Efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif.
Dosis harian = 5 mg/kgBB
Dosis intermitten 3 kali seminggu 10 mg/kgBB
·      Rimfampisin (R)
Bakterisida, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Dosis harian maupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 10 mg/kgBB
·      Pirazinamid (Z)
Bakterisida, membunuh kuman di dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian = 25 mg/kgBB, dosis intermitten 3 kali seminngu 35 mg/kgBB
·      Etambutol (E)
Bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB
Dosis intermiten 3 kali seminggu = 30 mg/kgBB
·      Streptomisin (S)
Bakterisida. Dosis harian ataupun dosis intermitten 3 kali seminggu = 15 mg/kgBB. Penderita berumur sampai 60 tahun, dosisnya 0,75 mg/kgBB. Penderita berumur > 60 tahun dosisnya 0,5 mg/kgBB.

k.   Panduan OAT di Indonesia
Kategori I :  2R7H7E7Z7/4H3R3
Tahap Intensif : 2 bulan: Isomazid                    1 x 300 mg setiap hari
                                         Rifampsin           1 x 450 mg setiap hari
                                                       Pirazinamid            3 x 500 mg setiap hari
                                                       Ethambutol            3 x 250 mg setiap hari
Tahap lanjutan : 4 bulan: Isoniazid                        2 x 300 mg 3 x seminggu
       Rifampisin            1 x 450 mg.3 x seminggu
Diberikan untuk :
·      Penderita baru TBC paru BTA (+)
·      Penderita TBC paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat
·      Penderita TBC ekstra paru berat

Kategori II : 2R7117E7Z7S7/IR7H7E7Z7/5R3H3E3
Tahap intensif : 2 bulan: Isoniazid                     1 x 300 mg setiap hari
      Rifampisin             1 x 450 mg setiap hari
      Pirazinamid             3 x 500 mg setiap hari
      Ethambutol             3 x 250 mg setiap hari
      Streptomisin Inj.             0,75 gr setiap hari
    1 bulan  Isonlazid                        1 x 300 mg setiap hari
                  Rifampisin                        1 x 450 mg setiap hari
                                                      Pirazinamid            3 x 500 mg setiap hari
                                                      Ethambutol            3 x 250 mg setiap hari
Tahap lanjutan: 5 bulan: Isoniazid                        2 x 300 mg 3 x seminggu
      Rifampisin                        1 x 450 mg 3 x seminggu
      Ethambutol             3 x 250 mg 3 x seminggu
Diberikan untuk :
·      Penderita kambuh
·      Penderita gagal
·      Penderita dengan pengobatan setelah lalai

Kategori III: 2R7H7Z7/4R3H3
Tahap intensif: 2 bulan:  Isoniazid                     1 x 300 mg setiap hari
      Rifampisin                        1 x 450 mg setiap hari
      Pirazinamid            3 x 500 mg setiap hari
Tahap lanjutan: 4 bulan: Isoniazid                        2 x 300 mg 3 x seminggu
      Rifampisin             1 x 450 mg 3 x seminggu
Diberikan untuk :
·      BTA (-) dan Rontgen (+) sakit ringan
·      Penderita TBC ekstra ringan, yaitu TBC kelenjar limfe, pleuritis exudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali tulang belakang). sendi dan kelenjar adrenal.

Obat Sisipan (HRZE)
Bila pada akhirnya tahap intensif pengobatan penderita baru BTA dengan kategori I atau BTA pengobatan ulang dengan kategori II, hasil dahak masih BTA (+), berikan obat sisipan (RHEX) setiap hari selama 1 bulan.
2.   Non Myobacterium Tubercualaosis
Bisa dikarenakan :
a.    Staphylococcus aureus, Haemophilus influenza
b.   Clostridium perringens, Bacteroides fragilis
c.    Jamur : Histoplasma siscovidiodomycosis, Aspergillus
d.   Virus dan Mycoplasma pneumoni
e.    Parasit, Amoeba
f.    Hydatul disease
g.    SLE
h.   Penyakit rheumatoid
i.     Asbestosis
j.     Obat-obatan: Bromocriptine, methysergide, dan trolene sodium, nitrofuratoin
k.   Neoplasma
l.     Dekompensasi jantung
m.  Trauma
n.   Idiopatik

Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostik secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsi pleura, dll), kadang-kadang masih belum bisa didapatkan diagnosis yang pasti. Keadaan ini dapat digolongkan dalam efusi pleura idiopatik. Hasil pemeriksaan dengan operasi pun kadang-kadang hanya menunjukkan pleura yang menebal karena pleuritis yang non spesifik.
Cairan pleuranya kebanyakan bersifat eksudatif dan berisi beberapa jenis sel. Penyebab efusi pleura ini banyak yang beluam jelas, tapi diperkirakan karena adanya infeksi, reaksi hipersensitivitas, kontaminasi dengan asbestos, dll.
Pada daerah-daerah dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi (negara-negara yang sedang barkembang), efusi pleura idiopatik ini  kebanyakan dianggap sebagai pleuritis tuberkulosa, sedangkan pada negara-negara yang maju sering dianggap sebagai pleuritis karena penyakit kolagen atau neoplasma.
GEJALA EFUSI PLEURA
Dan anamnesa didapatkan :
1.   Sesak nafas
2.   Rasa berat pada dada
3.   Berat badan menurun pada neoplasma
4.   Batuk berdarah pada karsinoma bronchus atau metastasis
5.   Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empilema
6.   Ascites pada sirosis hepatis
Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit)
1.   Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal
2.   Vokal fremitus menurun
3.   Perkusi dull sampal flat
4.   Bunyi pernafasan menruun sampai menghilang
5.   Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea
Nyeri dada pada pleuritis :
Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dan diperberat oleh bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis yang inflamasi dan mendapat persarafan dari nervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
1.   Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
2.   Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu.

PENGOBATAN EFUSI PLEURA
1.   Pengobatan Kausal
·    Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi  dapat diserap kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis.
·    Pleuritis karena bakteri piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain yang lebih penting adalah mengeluarkan cairan efusi yang terinfeksi keluar dari rongga pleura dengan efektif.
2.   Thoraxosentesis, indikasinya :
·    Menghilangkan sesak yang ditimbulkan cairan
·    Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal
·    Bila terjadi reakumulasi cairan
·    Kerugiannya: hilangnya protein, infeksi, pneumothoraxs.
3.   Water Sealed Drainage
Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi maligna.
Indikasi WSD pada empyema :
·    Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
·    Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
·    Terjadinva piopneumothoraxs
4.   Pleurodesis
Tindakan melengketkan pleura visceralis dengan pleura parietalis dengan menggunakan zat kimia (tetrasiklin, bleomisin, thiotepa, corynebacterium, parfum, talk) atau tindakan pembedahan. Tindakan dilakukan bila cairan amat banyak dan selalu terakumulasi kembali.
PENCEGAHAN
Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang dapat menimbulkan efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila diagnosa kausal belum dapat ditegakkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar