Kamis, 02 Desember 2010

Konsep Dasar Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan

A. Konsep Dasar Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan
Menurut Pearce Evelyn C (2000), sistem pernafasan terdiri dari komponen berupa saluran pernafasan yang dimulai dari hidung, pharing, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus. Saluran pernafasan bagian atas dimulai dari hidung sampai trakea dan bagian bawah dari bronkus sampai alveolus.
Fungsi utama sistem pernafasan adalah menyediakan oksigen untuk metabolisme jaringan tubuh dan mengeluarkan karbondioksida sebagai sisa metabolisme jaringan. (Pearce Evelyn C, 2000 : 211).
Sedangkan menurut Ethel Sloane (2004 : 266) Fungsi utama sistem pernafasan adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Sedangkan fungsi tambahan sistem pernafasan adalah sebagai produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa, pertahanan tubuh melawan benda asing, dan pengaturan hormonal tekanan darah. Respirasi melibatkan proses sebagai berikut :
1. Ventilasi Pulmonar (Pernafasan) adalah jalan masuk dan keluar udara dari saluran pernafasan dan paru-paru.
2. Respirasi Eksternal adalah difusi O2 dan CO2 antara udara dalam paru dan kapiler pulmonar.
3. Respirasi Internal adalah difusi O2 dan CO 2 antara sel-sel darah dan sel-sel jaringan.
4. Respirasi Selular adalah penggunaan O2 oleh sel-sel tubuh untuk produksi energi, dan pelepasan produk oksidasi (CO2 dan air) oleh sel-sel tubuh.
(Ethel Sloane, 2004 : 266)
Adapun kondisi yang mendukung dari proses pernafasan adalah tekanan oksigen atau udara atmosfer harus cukup, kondisi jalan napas dalam keadaan normal, kondisi otot pernafasan dan tulang iga harus baik, ekspansi dan rekoil paru, fungsi sirkulasi (jantung), kondisi pusat pernafasan dan hemoglobin sebagai pengikat oksigen. (Pearce Evelyn C, 2000 : 211)
Berikut ini menurut Ethel Sloane (2004) menjelaskan lebih rinci mengenai anatomi dan fisiologi dari organ-organ pernafasan :
1. Rongga Hidung dan Nasal
a. Hidung Eksternal berbentuk piramid disertai dengan suatu akar dan dasar. Bagian ini tersusun dari kerangka kerja tulang, kartilago hialin, dan jaringan fibroareolar.
1) Septum nasal membagi hidung menjadi sisi kiri dan sisi kanan rongga nasal. Bagian anterior septum adalah kartilago.
2) Naris (nostril) eksternal dibatasi oleh kartilago nasal.
a) Kartilago nasal lateral terletak di bawah jembatan hidung.
b) Ala besar dan ala kecil kartilago nasal mengelilingi nostril.
3) Tulang hidung
a) Tulang nasal membentuk jembatan dan bagian superior kedua sisi hidung.
b) Vomer dan lempeng perpendikular tulang etmoid membentuk bagian posterior septum nasal.
c) Lantai rongga nasal adalah palatum keras yang terbentuk dari tulang maksila dan palatinum.
d) Langit-langit rongga nasal pada sisi medial terbentuk dari lempeng kribriform tulang etmoid, pada sisi anterior dari tulang frontal dan nasal, dan pada sisi posterior dari tulang sfenoid.
e) Konka (turbinatum) nasalis superior, tengah dan inferior menonjol pada sisi mesial dinding lateral rongga nasal. Setiap konka dilapisi membran mukosa (epitel kolumnar bertingkat dan bersilia) yang berisi kelenjar pembuat mukus dan banyak mengandung pembuluh darah.
f) Meatus superior, medial dan inferior merupakan jalan udara rongga nasal yang terletak di bawah konka.
4) Empat pasang sinus paranasalis (frontal etmoid, maksilar, dan sfenoid) adalah kantong tertutup pada bagian frontal etmoid, maksilar, dan sfenoid. Sinus ini dilapisi membran mukosa.
a) Sinus berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi mukus dan memberi efek resonansi dalam produksi wicara.
b) Sinus paranasal mengalirkan cairannya ke meatus rongga nasal melalui duktus kecil yang terletak di area tubuh yang lebih tinggi dari area lantai sinus. Pada posisi tegak, aliran mukus ke dalam rongga nasal mungkin terhambat, terutama pada kasus infeksi sinus.
c) Duktus nasolakrimal dari kelenjar air mata membuka ke arah meatus inferior.
b. Membran Mukosa Nasal
1) Struktur
a) Kulit pada bagian ekternal permukaan hidung yang mengandung folikel rambut, keringat dan kelenjar sebasea, merentang sampai vestibula yang terletak di dalam nostril. Kulit di bagian dalam ini mengandung rambut (vibrissae) yang berfungsi untuk menyaring partikel dari udara terhisap.
b) Di bagian rongga nasal yang lebih dalam, epitelium respiratorik membentuk mukosa yang melapisi ruang nasal selebihnya, lapisan ini terdiri dari epitelium bersilia dengan sel goblet yang terletak pada jaringan ikat tervaskularisasi dan terus memanjang untuk melapisi saluran pernafasan sampai ke bronkus.
2) Fungsi
a) Penyaring partikel kecil. Silia pada epitelium respiratorik melambai ke depan dan belakang dalam suatu lapisan mukus. Gerakan dan mukus membentuk suatu perangkap untuk partikel yang kemudian akan disapu ke atas untuk ditelan, dibatukkan, atau dibersinkan keluar.
b) Penghangatan dan pelembaban udara yang masuk. Udara kering akan dilembabkan melalui evaporasi sekresi serosa dan mukus serta dihangatkan oleh radiasi panas dari pembuluh darah yang terletak di bawahnya.
c) Resepsi odor. Epitelium olfaktori yang terletak di bagian atas rongga hidung di bawah lempeng kribriform, mengandung sel-sel olfaktori yang mengalami spesialisasi untuk indera penciuman.
(Ethel Sloane, 2004 : 266 – 267)
2. Faring adalah tabung muscular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar tulang tengkorak sampai sampai esofagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring dan laringofaring.
a. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal melalui dua naris internal (koana).
1) Dua tuba Eustachius (auditorik) menghubungkan nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan udara pada kedua sisi gendang telinga.
2) Amandel (adenoid) faring adalah penumpukan jaringan limfatik yang terletak di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghambat aliran udara.
b. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muscular, suatu perpanjangan palatum keras tulang.
1) Uvula (anggur kecil) adalah prosesus kerucut (conical) kecil yang menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak.
2) Amandel palatinum terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
c. Laringofaring mengelilingi mulut esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik selanjutnya.
(Ethel Sloane, 2004 : 267 – 268)
3. Laring (kotak suara) menghubungkan faring dengan trakea. Laring adalah tabung pendek berbentuk seperti kotak triangular dan ditopang oleh sembilan kartilago; tiga berpasangan dan tiga tidak berpasangan. (Ethel Sloane, 2004 : 268). Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun ternyata mempunyai tiga fungsi utama yaitu proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi (Boies, 1997: 269).
a. Kartilago tidak berpasangan
1) Kartilago tiroid (jakun) terletak di bagian proksimal kelenjar tiroid. Biasanya berukuran lebih besar dan lebih menonjol pada laki-laki akibat hormon yang disekresi saat pubertas.
2) Kartilago krikoid adalah cincin anterior yang lebih kecil dan lebih tebal, terletak di bawah kartilago tiroid.
3) Epiglotis adalah katup kartilago elastis yang melekat pada tepian anterior kartilago tiroid. Saat menelan, epiglottis secara otomatis menutupi mulut laring untuk mencegah masuknya makanan dan cairan.
b. Kartilago berpasangan
1) Kartilago aritenoid terletak di atas dan di kedua sisi kartilago krikoid. Kartilago ini melekat pada pita suara sejati, yaitu lipatan berpasangan dari epitelium skuamosa bertingkat.
2) Kartilago kornikulata melekat pada bagian ujung kartilago aratenoid.
3) Kartilago kuneiform berupa batang-batang kecil yang membantu menopang jaringan lunak.
c. Dua pasang lipatan lateral membagi rongga laring.
1) Pasangan bagian atas adalah lipatan ventrikular (pita suara semu) yang tidak berfungsi saat produksi suara.
2) Pasangan bagian bawah adalah pita suara sejati yang melekat pada kartilago tiroid dan pada kartilago aritenoid serta kartilago krikoid. Pembuka di antara kedua pita ini adalah glottis.
a) Saat bernafas, pita suara teraduksi (tertarik membuka) oleh otot laring, dan glottis berbentuk triangular.
b) Saat menelan, pita suara teraduksi (tertarik menutup), dan glottis membentuk celah sempit.
c) Dengan demikian, kontraksi otot rangka mengatur ukuran pembukaan glottis dan derajat ketegangan pita suara yang diperlukan untuk produksi suara.
(Ethel Sloane, 2004 : 268)
4. Trakea (pipa udara) adalah tuba dengan panjang 10 cm sampai 20 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di atas permukaan anterior esofagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks Keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus utama.
a. Trakea dapat tetap terbuka karena adanya 16 sampai 20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan ekspansi esofagus.
b. Trakea dilapisi epitelium respiratorik (kolumnar bertingkat dan bersilia) yang mengandung banyak sel goblet.
(Ethel Sloane, 2004 : 268)
5. Bronkus
a. Bronkus primer (utama) kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan bronkus primer kiri karena arkus aorta membelokkan trakea bawah ke kanan. Objek asing yang masuk ke dalam trakea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan.
b. Setiap bronkus primer bercabang 9 sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago mengganti cincin kartilago.
c. Bronki disebut ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru, setelah itu disebut intrapulmonar.
d. Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah percabangan bronkial yang selanjutnya : bronki, bronkiolus, bronkiolus terminal, bronkiolus respiratorik duktus alveolar dan alveoli. Tidak ada kartilago dalam bronkiolus; silia tetap ada sampai bronkiolus respiratorik terkecil.
(Ethel Sloane, 2004 : 269)
6. Bronkiolus
Bronkiolus adalah salah satu cabang yang lebih kecil dan tidak memiliki cartilago dalam dindingnya. Setiap bronkiolus memecah menjadi cabang-cabang yang lebih kecil. Duktus alveolaris adalah cabang yang paling kecil; setiap ujung terdapat sekelompok alveolus (Gibson, 2003: 145).
7. Alveolus
Alveolus adalah unit fungsional paru. Setiap paru mengandung lebih dari 350 juta alveoli, masing-masing dikelilingi banyak kapiler darah. Alveoli berkelompok mirip anggur dan menyediakan permukaan yang amat luas bagi pertukaran gas, yaitu 60-70 m2, yang 20 kali lebih luas permukaan kulit. Ada dua jenis sel pelapis alveoli, yaitu tipe I (sel alveolar gepeng) dan tipe II (sel septa). Sel tipe II berbentuk kuboid dan menonjol ke dalam ruang alveoli. Sel tipe II ini menghasilkan surfaktan, yang ikut menahan agar alveoli tidak kolaps. Pada alveolus terdapat pula makrofag alveolar (disebut juga sel debu), yang terdapat di dalam septum interalveolaris atau bebas di dalam ruang alveolus. Sel ini makan dan memusnahkan mikroorganisme dan partikel asing lainnya (Tambayong, 2001: 83).
8. Paru-paru
a. Paru-paru adalah organ berbentuk pyramid seperti spons dan berisi udara, terletak dalam rongga toraks.
1) Paru kanan memiliki tiga lobus; paru kiri memiliki dua lobus.
2) Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas diafragma, sebuah permukaan mediastinal (medial) yang terpisah dari paru-paru lain oleh mediastinum, dan permukaan kostal terletak di atas kerangka iga.
3) Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah bronki, pulmonar dan bronkial dari paru.
b. Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.
1) Pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum).
2) Pleura viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal di bagian bawah paru.
3) Rongga pleura (ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara pleura parietal dan viseral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel pleural sehingga paru-paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan (tekanan intrapleura) agak negatif dibandingkan tekanan atmosfer.
4) Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Area ini muncul saat pleura parietal bersilangan dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat bernafas, paru-paru bergerak keluar masuk area ini.
a) Resesus pleura kostomediastinal terletak di tepi anterior kedua sisi pleura, tempat pleura parietal berbelok dari kerangka iga ke permukaan lateral mediastinum.
b) Resesus pleura kostodiafragmatik terletak di tepi posterior kedua sisi pleura diantara diafragma dan permukaan kostal internal toraks.
(Ethel Sloane, 2004 : 269)
B. Konsep Dasar Pneumonia
1. Pengertian
“Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing”. (Ngastiyah, 1997 : 39).
“Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenkim paru yang terjadi pada anak”. (Suriadi, 2001 : 247).
“Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian alveoli dengan cairan”. (Doenges, 1999 : 164).
“Pneumonia adalah proses inflamasi dimana gas alveolar dipindahkan oleh materi selular”. (Hudak & Gallo, 1997 : 559)
“Pneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim paru yang terjadi sebagai akibat adanya invasi agen infeksius atau adanya kondisi yang mengganggu tahanan saluran trakeobronkialis sehingga flora endogen yang normal berubah menjadi patogen ketika memasuki saluran jalan nafas”. (Barbara Engram, 1999 : 61).
“Pneumonia adalah infeksi yang mengenai saluran nafas sebelah distal terutama alveoli, disertai pembentukan eksudat peradangan”. (Underwood, 2000 : 390).
“Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, bahan kimia, inhalasi asap, debu, alergen dan aspirasi isi lambung; jaringan paru berkonsolidasi karena alveoli terisi oleh eksudat”. (Tucker et al, 1998 : 247).
“Pneumonia adalah peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat”. (Barbara C. Long, 1996 : 434).
“Pneumonia adalah proses inflamasi dari parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh preparat infeksius”. (Smeltzer, 2000 : 571).
“Pneumonia is an inflammation of the parenchyma of the lungs, it can occur as either a primary or secondary disease. The two most common types are viral and bacterial”. Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru-paru, bisa terjadi pada penyakit primer maupun sekunder dan dua tipe yang lazim adalah viral dan bakterial. (Bonita, 1997 : 404).
“Pneumonia is defined as an infection of the lower respiratory tract that involves the lung parenchyma, including the alveoli and supportive structures”. Pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang terjadi pada parenkim paru, termasuk alveoli dan struktur yang mendukungnya. (Reeves, 1999 : 56).
“Pneumonia (pneumonitis) is an inflammatory process of lung parenchyma usually associated with a marked increase in interstitial and alveolar fluid”. Pneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim paru yang biasanya dihubungkan dengan tanda-tanda peningkatan cairan interstitial dan alveolar. (Arlene Polaski, 1996 : 585)
“Pneumonia (pneumonitis) is an inflammatory process in lung parenchyma usually associated with a marked increase in interstitial and alveolar fluid”. Pneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim dalam paru yang biasanya dihubungkan dengan tanda-tanda peningkatan cairan interstitial dan alveolar. (Joyce M. Black, 1997 : 1134)
“Pneumonia adalah penyakit serius yang menular disebabkan oleh bakteri atau virus yang menyerang bagian paru-paru”. (http://www.geocities.com).
“Pneumonia adalah peradangan yang terjadi pada parenkim paru dan bronkiolus”. (http://www.agrolink.moa.my.co.id).
“Pneumonia adalah radang paru yang dapat disebabkan oleh beberapa macam bakteri salah satunya adalah Streptococcus Pneumoniae yang disebut juga pneumokokus”. (http://www.indosiar.co.id)
“Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)”. (http://www.adventispasteur.co.id)
2. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, aspirasi atau inhalasi.
a. Bakteri : - Gram positif : Streptococcus Pneumoniae (Pneumococcal Pneumonia), Staphylococcus Aureus.
- Gram negatif : Haemophilus Influenzae, Pseudomonas Aeruginosa, Klebsiella Pneumoniae (Friedlender’s Bacillus).
- Anaerobik : Anaerobic Streptococcus, Fusobacteria, Bacteroides Species.
- Atipikal : Legionella Pneumophila, Mycoplasma Pneumoniae
b. Virus : Influenza, Parainfluenza, Adenovirus.
c. Jamur : Candidiasis, Blastomycosis, Cryptococcosis, Histoplasmosis, Coccidioidomycosis.
(Arlene Polaski, 1996)
d. Aspirasi : Makanan, Cairan, Muntah.
e. Inhalasi : Racun atau bahan kimia (Polivinilpirolidin, Gumma Arabikum, Berillium, Uap air raksa), rokok, debu dan gas.
(Joyce M. Black, 1997)
3. Klasifikasi
Menurut Engram (1999 : 60), pneumonia diklasifikasikan sesuai dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Agen penyebab :
1) Protozoa (Pneumocytis Carinii) bakterial, viral dan jamur pneumonia (jika dikarenakan agen infeksius tersebut).
2) Pneumonia Aspirasi-disebabkan oleh karena aspirasi isi gaster, makanan atau cairan.
3) Pneumonia Radiasi-disebabkan oleh terapi radiasi terhadap kanker struktur badan bagian atas seperti: kanker payudara, kanker paru atau esofagus.
4) Pneumonia Hipostatik-berkaitan dengan imobilisasi yang lama.
5) Pneumonia Inhalasi-berkaitan dengan inhalasi gas yang bersifat toksik, asap dan zat kimia.
b. Area paru-paru yang terkena :
1) Pneumonia Lobaris-area yang terkena meliputi satu lobus atau lebih.
2) Bronkopneumonia-proses pneumonia yang dimulai di bronkus dan menyebar ke jaringan paru sekitarnya.
Menurut Underwood (2000 : 390) Pneumonia terbagi menjadi :
a. Pneumonia Infektif
1) Bronkopneumonia
Bronkopneumonia mempunyai karakteristik bercak-bercak distribusi yang terpusat pada bronkiolus dan bronkus yang meradang disertai penyebaran ke alveoli sekitarnya. Ini sering terjadi pada orang usia lanjut, bayi dan penderita yang sangat lemah, misalnya penderita kanker, gagal jantung, gagal ginjal kronis dan trauma serebrovaskuler. Bronkopneumonia juga terjadi pada penderita bronchitis akut, sumbatan nafas kronis atau kistik fibrosis. Kegagalan membersihkan saluran nafas dari hasil sekresi, seperti yang biasanya terjadi pada periode setelah operasi, juga merupakan predisposisi terjadinya bronkopneumonia.
Organisme penyebab ialah Stafilococcus, Streptococcus, Haemophilus Influenzae, Koliform dan jamur. Penderita sering mengalami septikemia dan toksik, disertai demam dan berkurangnya kesadaran. Daerah yang terkena dapat diidentifikasi secara klinis dengan terdengarnya suara krepitasi pada pemeriksaan auskultasi.
Daerah paru yang terkena cenderung pada bagian basal dan bilateral. Pada pemeriksaan postmortem terlihat berwarna kelabu atau kelabu atau kelabu merah. Histologi menunjukkan radang akut yang khas disertai eksudat. Dengan antibiotik dan fisioterapi, daerah yang sakit akan mengalami penyembuhan atau perbaikan dengan meninggalkan jaringan parut.
2) Pneumonia Lobaris
Pneumonia Pneumokokus khas mengenai orang dewasa berumur antara 20 sampai 50 tahun; meskipun begitu pneumonia lobaris akibat Klebsiella mengenai individu berusia lanjut, penderita Diabetes Mellitus atau alkoholik. Gejalanya berupa batuk, demam dan produksi sputum. Sputum terlihat purulen dan mungkin mengandung bercak darah, yang disebut sputum karat (Rusty). Demam dapat sangat tinggi (lebih 40o C), disertai menggigil. Nyeri dada pada waktu inspirasi yang merefleksikan terlibatnya pleura. bersamaan dengan terjadinya konsolidasi paru, terdapat suara redup pada perkusi disertai naiknya suara pektoralis dan suara nafas bronkial. Bronkiolus yang berisi sel radang dan alveoli di dekatnya berisi penuh eksudat. Pigmen berwarna hitam adalah karbon, sering ditemukan.
3) Pneumonia Khusus
Pneumonia khusus dapat disubklasifikasikan ke dalam kelompok yang normal (non-imunosupresi), atau yang imunosupresi.
a) Pada host yang imunosupresi (normal)
Pneumonia khusus pada host normal (non-imunosupresi), mungkin sebagai akibat dari :
- Virus, misalnya Influenza, Respiratory Syncyial Virus (RSV), Adenovirus dan Mikoplasma.
- Penyakit Legionnaires.
Pneumonia Mikoplasma dan Pneumonia Virus
Kejadian klinis bermacam-macam tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Pada kasus yang fatal, paru menjadi bertambah berat, kemerahan dan memadat seperti pada sindroma distres pernafasan dewasa. Histologi menunjukkan radang interstisial yang terdiri dari limposit, magkrofag dan sel plasma. Membran hialin dan eksudat fibrinosa terlihat menonjol. Alveoli relatif bebas dari eksudat seluler.
Pneumonia Mikkoplasma cenderung menyebabkan pneumonia kronis dalam derajat yang lebih rendah, disertai radang interstisial dan beberapa membran hialin. Sifat kronis penyakit akan menyebabkan organisasi radang dan fibrosis paru.
Virus Influenza dapat menyebabkan pneumonia akut fulminan disertai perdarahan paru; perjalanan kliniknya sangat cepat dan fatal.
Penyakit Legionaires
Penyakit ini disebabkan oleh basil Legionella Pneumophila, dan disebarkan melalui tetesan air dari pengatur kelembaban udara dan tangki penampungan air yang telah terkontaminasi. Penderita sebelumnya dalam keadaan sehat, walaupun sebagian kecil telah mempunyai penyakit kronis, seperti gagal jantung atau karsinoma. Gejala berupa batuk, dyspnea dan nyeri pada daerah dada, bersama-sama dengan bentuk sistemik lain, misalnya mialgia, sakit kepala, kesadaran menurun, mual, muntah dan diare. Sekitar 10 – 20 % kasus adalah fatal. Pada autopsy ditemukan paru bertambah berat dan memadat.
b) Pada host yang imunosupresi
Apabila kondisi imunosupresi mengenai seorang penderita, paru akan mudah menjadi sakit oleh organisme yang non-patogen bagi individu yang tidak mengalami imunosupresi. Keadaan ini dikenal sebagai infeksi “Oportunistik”. Pada setiap penderita imunosupresi, timbulnya demam, nafas yang pendek dan batuk bersama dengan infiltrat paru, merupakan kejadian yang membahayakan.
Penyebab infeksi Oportunistik yang sering ialah :
- Pneumocystis Carinii.
- Jamur lain, misalnya Candida, Aspergillus.
- Virus, misalnya Sitomegalovirus, campak.
Pneumocystis Carinii
Alveoli terisi eksudat yang berbuih berwarna jambon. Dengan pewarnaan impregnasi perak akan dapat dilihat organisme berbentuk bulat atau bulan sabit. Ditemukan juga kerusakan alveolar yang difus.
Jamur
Baik Candida maupun Aspergillus keduanya dapat menyebabkan nekrosis yang luas. Mikro-abses mengandung filamen jamur yang khas.
Virus
Infeksi virus dapat memproduksi kerusakan alveolar yang difus. Khas ditemukan inklusi intranukleus disertai infeksi oleh Sitomegalovirus (CMV). Pneumonitis campak memproduksi pneumosit raksasa yang tersebar disertai metaplasia skuamosa bronkus dan bronkiolus.
b. Pneumonia Non-Infektif
1. Aspirasi Pneumonia
Aspirasi pneumonia terjadi ketika cairan atau makanan terhisap masuk ke dalam paru, dan terjadi konsolidasi dan radang sekunder. Keadaan klinis yang merupakan resiko bagi penderita ialah pembiusan, operasi, koma, stupor karsinoma laring dan kelemahan hebat. Bagian paru yang terkena bermacam-macam tergantung posisi tubuh penderita. Bila dalam keadaan tidur terlentang, daerah yang terkena adalah segmen apikal lobus bawah. Bila dalam keadaan tidur miring ke sisi kanan, daerah yang terkena ialah segmen posterior lobus atas. Daerah yang sering terkena mengandung anaerobic, dan abses paru mengandung material yang membusuk.
2. Lipid Pneumonia
Lipid Pneumonia dapat endogen akibat obstruksi saluran nafas yang menyebabkan terjadinya timbunan magkrofag dan sel raksasa disebelah distal. Keadaan ini sering ditemukan disebelah distal dari karsinoma bronkus atau benda asing yang terhirup. Disamping itu lipid pneumonia dapat juga disebabkan oleh faktor eksogen, akibat terhirupnya material yang mengandung konsentrasi lipid yang tinggi. Material seperti ini misalnya paraffin cair atau tetes hidung berbentuk minyak. Vakuola lipid dicerna oleh sel raksasa benda asing; dan dapat ditemukan beberapa fibrosis interstisial.
3. Eosinofilik Pneumonia
Eosinofilik Pneumonia ditandai oleh banyak Eosinofil dalam interstisial dan alveoli. Mungkin dapat ditemukan sumbatan mukus pada bagian proksimal saluran nafas, seperti yang ditemukan pada asma, atau oleh Aspergillus, seperti pada bronkopulmoner aspergilosis. Kambuhnya radang bronkial dapat mengakibatkan destruksi dinding disertai penggantian oleh jaringan granulasi dan sel raksasa; ini disebut Bronkosentrik Granulomatosis. Disamping itu, eosinofilik pneumonia dapat ditemukan sewaktu mikrofilaria pindah melalui sirkulasi paru. Ini dapat juga idiopatik, yang berkaitan dengan eosinofilia darah pada sindroma Loffler.
4. Patofisiologi
Di antara semua pneumonia bakteri, patogenesis dari pneumonia pneumokokus merupakan yang paling banyak diselidiki. Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus atau saliva. Lobus bagian bawah paru-paru paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 : 711) :
a. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti hepar).
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada strukturnya semula.
(Underwood, 2000 : 392).
Menurut Suryadi (2001 : 247) patofisiologi pada pneumonia adalah :
a. Adanya gangguan pada terminal jalan nafas dan alveoli oleh mikroorganisme patogen yaitu virus dan (Streptococcus Aureus, Haemophillus Influenzae dan Streptococcus Pneumoniae) bakteri.
b. Terdapat infiltrat yang biasanya mengenai pada multiple lobus. Terjadinya destruksi sel dengan meninggalkan debris cellular ke dalam lumen yang mengakibatkan gangguan fungsi alveolar dan jalan nafas.
c. Pada kondisi anak ini dapat akut dan kronik misalnya : Cystic Fibrosis (CF), aspirasi benda asing dan konginetal yang dapat meningkatkan resiko pneumonia.
Skema Patofisiologi
Streptococcus Pneumonia
Respon Peradangan
Edema Alveolar Pembentukan Eksudat
Alveoli dan Bronkiolus terisi cairan eksudat,
sel darah, fibrin bakteri
(Suryadi, 2001 : 248)
5. Manifestasi Klinis
Masa Inkubasi berlangsung 9 hari sampai 21 hari, biasanya 12 hari. Sekitar 25 – 50 % pasien mempunyai gejala infeksi saluran pernafasan atas yang ditandai dengan tenggorokan dan gejala nasal pada waktu permulaan pneumonia. Gejala dini yang khas adalah demam, menggigil, batuk dan sakit kepala, rasa tidak enak badan, nyeri tenggorokan, nyeri dada, sakit telinga. (Soeparman, 1999 : 709).
Sedangkan menurut Donna L. Wong (1995 : 1400) manifestasi klinis pada pneumonia sebagai berikut :
a. Demam, biasanya demam tinggi.
b. Nyeri dada.
c. Batuk; batuk tidak produktif sampai produktif dengan sputum yang berwarna keputih-putihan.
d. Takipnea, sianosis
e. Suara nafas rales atau ronki.
f. Pada perkusi terdengar dullness.
g. Retraksi dinding thorak.
h. Pernafasan cuping hidung.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Black (1997: 1134) pemeriksaan diagnostik yang biasa dilakukan pada penderita pneumonia adalah:
a. Kultur sputum.
b. Darah dan kultur urine untuk pemeriksaan penyebaran yang spesifik.
c. Arteri Gas Darah (AGD) untuk pemeriksaan kebutuhan suplemen oksigen.
d. Pemeriksaan Radiologi untuk menentukan lokasi dan keberadaan pneumonia.
Sedangkan menurut Doenges (1999 : 165) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa pneumonia antara lain :
Sinar X : Mengidentifikasi distribusi struktural (misal lobar, bronkial); dapat juga menyatakan abses luas/ infiltrat, empiema (Staphylococcus); infiltrasi menyebar atau terlokalisasi (bacterial); atau penyebaran/ perluasan infiltrat nodul (lebih sering virus). Pada pneumonia mikoplasma, sinar x dada mungkin bersih.
GDS/ Oksimetri : Tidak normal mungkin terjadi, tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
Pemeriksaan gram/ Kultur sputum dan darah : Dapat diambil dengan biopsi jarum, aspirasi transtrakeal, bronkoskopi fiberoptik, atau biopsi pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab. Lebih dari satu tipe oeganisme yang ada; bakteri yang umum meliputi Diplocoocus Pneumonia, Staphylococcus Aureus, A-hemolitik Streptococcus, Haemophylus Influenza; CMV.
Catatan : Kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada. Kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.
JDL : Leukositosis biasanya ada, meskipun sel darah putih rendah terjadi pada infeksi virus, kondisi tekanan imun seperti AIDS, memungkinkan berkembangnya pneumonia bacterial.
Pemeriksaan Serologi, misal titer virus atau legiolla, agglutinin dingin : Membantu dalam membedakan diagnosis organisme khusus.
LED : Meningkat.
Pemeriksaan fungsi paru : Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar); tekanan jalan nafas mungkin meningkat dan komplain menurun. Mungkin terjadi perembesan (hipoksemia).
Elektrolit : Natrium dan klorida mungkin rendah.
Bilirubin : Mungkin meningkat.
Aspirasi perkutan/ biopsi jaringan paru terbuka : Dapat menyatakan intranuklear tipikal dan keterlibatan Sitoplasma (CMV); karakteristik sel raksasa (rubeola).
7. Penatalaksanaan
Menurut Engram (1999 : 61) penatalaksanaan medis umum yang diberikan pada penderita pneumonia adalah:
a. Farmakoterapi:
1) Antibiotik (diberikan secara intravena)
2) Ekspektoran
3) Antipiretik
4) Analgetik
b. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol
c. Fisioterapi dada dengan drainase postural
Menurut Ngastiyah (1997 : 41) penatalaksanaan yang dapat diberikan pada klien dengan pneumonia adalah :
a. Penisilin 50.000 IU/ kg BB/ hari ditambah kloramfenikol 50 – 70 mg/ kg BB/ hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spectrum luas seperti ampicilin. Pengobatan ini diteruskan sampai bebas demam 4 – 5 hari.
b. Pemberian oksigen dan cairan intravena; biasanya diperlukan campuran glukose 5 % dan NaCL 0,9 % dengan perbandingan 3 : 1 ditambah larutan KCL 10 mEq/ 500 ml/ botol infus.
8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi menyertai pneumonia menurut Engram (1999 : 60) adalah:
a. Abses paru
b. Efusi pleural
c. Empiema
d. Gagal nafas
e. Perikarditis
f. Meningitis
g. Atelektasis
Sedangkan menurut Suriadi (2001 : 247) komplikasi yang terjadi adalah:
a. Gangguan pertukaran gas
b. Obstruksi jalan nafas
c. Gagal pernafasan-Pleural effusion (bacterial pneumonia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar