Kamis, 02 Desember 2010

PNEUMOTORAKS

Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan dengan pemeriksaan sinar tembus dada(1). Dimana diagnosis pneumotoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan di luar garis ini(5).
Pneumotoraks berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis(5).

2.1. Definisi
Pneumotoraks adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga thoraks(1).
Masuknya udara ke dalam rongga pleura dibedakan atas: (2)
1. Pneumotoraks spontan: Timbul sobekan subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis. Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat neoplasma atau inflamasi.
2. Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumotoraks disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumotoraks sengaja lainnya ialah diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.
3. Masuknya udara melalui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.
4. Udara berasal dari subdiafragma dengan robekan lambung akibat suatu trauma atau abses subdiafragma dengan kuman pembentuk gas.
Pneumotoraks dapat juga dibagi atas: (4)
1. Pneumotoraks Terbuka: Gangguan pada dinding dada berupa hubungan langsung antara ruang pleura dan lingkungan atau terbentuk saluran terbuka yang dapat menyebabkan udara dapat keluar masuk dengan bebas ke rongga pleura selama proses respirasi.
2. Pneumotoraks Tertutup: Misal terdapat robekan pada pleura viseralis dan paru atau jalan nafas atau esofagus, sehingga masuk vakum pleura karena tekanan vakum pleura negatif.
3. Pneumotoraks Valvular: Jika udara dapat masuk ke dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru ketika proses ekspirasi. Akibat hal ini dapat terjadi peningkatan tekanan intrapleural. Karena tekanan intrapleural meningkat maka dapat terjadi tension pneumotoraks
.
2.2. Gejala Klinis
Adanya keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis pneumotoraks amat tergantung pada besarnya lesi pneumotoraks dan ada tidaknya komplikasi penyakit paru. Beberapa pasien menunjukkan keadaan asimtomatik dan kelainan hanya dapat ditemukan pada pemeriksaan foto dada rutin. Pada beberapa kasus, pneumotoraks terluput dari pengamatan(1).
Gejala yang utama adalah berupa rasa sakit yang tiba-tiba dan bersifat unilateral serta diikuti sesak nafas. Kelainan ini ditemukan pada 80-90% kasus. Gejala-gejala ini lebih mudah ditemukan bila penderita melakukan aktivitas berat. Tetapi pada sebagian kasus, gejala-gejala masih gampang ditemukan pada aktivitas biasa atau waktu istirahat(1).
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit ini bisa menghebat atau menetap bila terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Suatu waktu perlengketan ini bisa sobek pada tekanan kuat dari pneumotoraks, sehingga terjadi perdarahan intrapleura (hemato- pneumotoraks)(1).
Kadang-kadang gejala klinis dapat ditemukan walaupun kelainan pneumotoraksnya sedikit, misalnya perkusi yang hipersonar, fremitus yang melemah sampai menghilang, suara nafas yang melemah sampai menghilang pada sisi yang sakit(1).
Pada lesi yang lebih besar atau pada tension pneumotoraks, trakea dan mediastinum dapat terdorong ke sisi kontralateral. Diafragma tertekan ke bawah, gerakan pernafasan tertinggal pada sisi yang sakit. Fungsi respirasi menurun, terjadi hipoksemia arterial dan curah jantung menurun(1).
Kebanyakan pneumotoraks terjadi pada sisi kanan (53%), sedangkan sisi kiri (45%) dan bilateral hanya 2%. Hampir 25% dari pneumotoraks spontan berkembang menjadi hidropneumotoraks(1).
Disamping keluhan-keluhan dan gejala-gejala klinis tersebut di atas, diagnosis lebih meyakinkan lagi dengan pemeriksaan sinar tembus dada(1).

Komplikasi Pneumothoraks
1. Tension Pneumothoraks atau Pneumothoraks Ventiel : komplikasi ini terjadi karena tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihat mediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasa sakit.(3). Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi pernafasan sangat terganggu yang harus segera ditangani kalau tidak akan berakibat fatal(2).
2. Pio-pneumothoraks : terdapatnya pneumothoraks disertai empiema secara bersamaan pada satu sisi paru. Infeksinya berasal dari mikro-organisme yang membentuk gas atau dari robekan septik jaringan paru atau esofagus kearah rongga pleura.
3. Hidro-pneumothoraks/hemo-pneumothoraks: pada kurang lebih 25% penderita pneumothoraks ditemukan juga sedikit cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah). Hidrothorak dapat timbul dengan cepat setelah terjadinya pneumothoraks pada kasus-kasus trauma/perdarahan intrapleura atau perfosari esofagus (cairan lambung masuk kedalam rongga pleura).
4. Pneumomediastinum dan emfisema subkutan : Pneumomediastinum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto dada. Insidennya adalah 15 dari seluruh pneumothoraks. Kelainan ini dimulai robeknya alveoli kedalam jaringan interstitium paru dan kemungkinan diikuti oleh pergerakan udara yang progresif ke arah mediastinum (menimbulkan pneumomediastinum) dan kearah lapisan fasia otot-otot leher (menimbulkan emfisema subkutan).
5. Pneumothoraks simultan bilateral: Pneumothoraks yang terjadi pada kedua paru secara serentak ini terdapat pada 2% dari seluruh pneumothoraks. Keadaan ini timbul sebagai lanjutan pneumomediastinum yang secara sekunder berasal dari emfisem jaringan enterstitiel paru. Sebab lain bisa juga dari emfisem mediastinum yang berasal dari perforasi esofagus.
6. Pneumothoraks kronik: Menetap selama lebih dari 3 bulan. Terjadi bila fistula bronko-pleura tetap membuka. Insidensi pneumothoraks kronik dengan fistula bronkopleura ini adalah 5 % dari seluruh pneumothoraks. Faktor penyebab antara lain adanya perlengketan pleura yang menyebabkan robekan paru tetap terbuka, adanya fistula bronkopelura yang melalui bulla atau kista, adanya fistula bronko-pleura yang melalui lesi penyakit seperti nodul reumatoid atau tuberkuloma.
Pneumotoraks adalah adanya udara dalam rongga pleura yang diagnosis diyakinkan dengan pemeriksaan sinar tembus dada(1). Dimana diagnosis pneumotoraks tergantung kepada garis yang dibentuk pleura pada tepi paru-paru yang memisahkan dengan dinding dada, mediastinum atau diafragma oleh udara, dan juga tidak adanya bayangan di luar garis ini(5).
Pneumotoraks berhubungan dengan berbagai macam kelainan paru meliputi emfisema, trauma, tuberculosis(5).

Kesimpulan
Bayangan udara dalam rongga pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru dengan batas paru berupa garis radioopak tipis berasal dari pleura viresal.
Jika pneumothoraks luas, akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau paru menjadi kuncup/kolaps di daerah hilus mendorong mediastinum ke arah kontralateral. Selain itu juga iga lebih lebar.
Apabila udara terkumpul dalam rongga pleura dan tidak dapat keluar maka akan mendesak mediastinum kearah paru yang sehat (kearah kontralateral).

DAFTAR PUSTAKA

1. Asril Bahar, 1999, Penyakit-penyakit Pleura, Buku Ajar Penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
1. Kahar Kusumawidjaja, 2000, Pleura dan Mediastinum, Radiologi diagnositik, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
2. Joten H.J., Andrew B.C., 1993, Essentials of Radiologic Imaging, Ed. 6, Paul and Juhl, Clippincott-Raven, Philadelphia.
3. David Sutton, 1987, A Textbook of Radiology and Imaging, Ed. 4, Churchill Livingstone, Edinburgh, london, Melbourne and New York.
4. Peter Amstrong, Martin L.W., 1986, X-Ray Diagnosis, Economy Edition, PG Asian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar